Ada ungkapan bahwa waktu itu terus berjalan. Sadar ataupun
tidak kita hidup dalam waktu yang terus
berjalan. Tak peduli apa yang kita rasakan. Bahagia, sedih, susah maupun senang
waktu tetap saja teguh pendirian. Berjalan. Terhubung dengan segala hal yang ada
dalam kehidupan. Ruang dan jarak pun terus menemaninya. Dengan banyaknya orang
yang kita kenal, membuat gambaran peristiwa dalam memori. Dengan segala
momentum yang ada pada setiap detiknya, menggambarkan segala kenangan.
Satu momen tercipta dalam hidup kita. Seperti bertemu dengan
hal-hal yang baru. Pada saat kita dilahirkan ke alam dunia, kita merasakan alam
yang berbeda dari yang sebelumnya. Walaupun kita tidak tahu menahu seperti apa
saat kita dalam kandungan. Kita bernafas walau tidak ada yang mengajari cara
bernafas. Kita mendengar walau tidak ada
yang mengajari cara mendengar. Kita meraba walau tak ada yang mengajari cara
meraba. Kita mencium aroma dunia. Kita melihat sosok malaikat yang cantik nan
jelita. Ibu. Yang melahirkan kita kedunia. Yang tulus menerima amanah dari
Tuhan. Menyayangi kita. Menyusui, merawat dan membesarkan.
Waktu berjalan dan satu momen tercipta. Kita pasti tidak akan
pernah tahu kapan pastinya pertama kali kita bisa berjalan. Setelah kita
mencoba belajar merangkak. Perlahan kita berdiri, ingin menyentuh segala benda
yang kita lihat. Selalu terjatuh. Tertatih-tatih kita bangkit. Berdiri lagi.
Mencoba mengawali langkah pertama kita terus berusaha walaupun itu susah. Yang
pada akhirnya saat itu ibu kita tersenyum bangga melihat anaknya berhasil
berjalan.
Waktu berjalan, dan
satu momen tercipta. Tanpa kita sadari kita tumbuh menjadi anak kecil yang
menggemaskan. Berlari-lari kesana kemari. menyentuh benda ini dan itu. Sering
membuat ibu kita cemas saat kita pergi tanpa sepengetahuanya. Berpetualang ke
sudut rumah asyik bermain. Saat umur kita mencukupi untuk bersekolah. Kita
bersekolah. Bertemu dengan dunia pendidikan untuk kali pertamanya. Belajar
membaca. Kita juga mungkin tidak pernah tahu kapan pastinya kita bisa membaca.
Setelah kita berusaha menghafal satu demi satu huruf dari a, b, c samapai z. Saat
pertama kali kita belajar cara mengeja. Dua sampai tiga huruf kita sambung.
‘’i-b-u bu’’ ‘’ibu’’ satu kalimat yang mungkin pertama kali kita mengejanya.
Terus belajar mengeja dengan guru samapai di rumah oleh ibu kita yang tak bosan
mengajari. Samapai akhirnya perlahan kita bisa membaca.
Waktu berjalan dan
satu momen tercipta. Kita tumbuh menjadi anak yang pintar. Mulai memasuki masa
remaja. Dan mungkin mulai tertarik dengan lawan jenis kita. Entah kapan itu.
Kita mulai sering memperhatikan paras dan penampilan di depan cermin. Mulai
dengan jelinya memperhias penampilan. Masa yang juga sangat asyik untuk bergaul.
Berkenalan dengan orang-orang baru setiap kita lulus sekolah, ke sekolah yang
baru. Bermain bersama mereka ke tempat yang indah. Menciptakan cerita baru.
Saling berbagi, mengasihi dan juga melengkapi. Saat itu juga kita mengerti apa
arti dari kebersamaan dan persahabatan. Sedikit demi sedikit, mulai
menghilangkan masa kanak-kanak yang indah dan menyenagkan. Tapi tetap
mengingatnya.
Waktu berjalan
berarti satu momen tercipta. Entah pada waktu kapan saja. Atau tempat dimana
saja. Atau dengan siapa saja. Seperti layaknya kita berjalan ke suatu tempat.
Kita melihat luasnya dunia. Dan pada setiap kita melangkah. Langkah demi
langkah ibarat waktu detik demi detik. Melihat apa saja yang baru kita lihat.
Mendengar apa saja yang baru kita dengar. Dan merasakan apa saja apa yang kita
rasakan. Semua itu begitu saja terjadi. Semakin lama kita tumbuh menjadi
dewasa. Mulai memahami mana yang harus di jauhi dan mana yang harus di lakukan.
Pola pikir kita juga berubah. Lebih dewasa dari yang sebelumnya. Lebih mengerti
apa yang seharusnya dilakukan. Berpikir dengan cermat sebelum melakukan sebuah
tindakan. Masa yang juga kita tahu bahwa kita tidak akan selalu hidup dengan
orang. Masa dimana kita akan belajar untuk mandiri. Masa dimana kita akan di
hadapkan dengan persoalan-persoalan dalam hidup. Yang tidak ada dalam masa
remaja saat kita masih menjadi pribadi yang labil. Kita berkelana mencoba untuk
hidup dengan mandiri. Mulai memahami betapa kerasnya hidup ini. Mulai bekerja
memulai karir dengan apa yang di dapat di sekolah dulu. Kita juga akan mulai
memikirkan siapa yang akan menemani kita kelak. Bertemu dengannya, dan
melabuhkan hati kita padanya. Menikah.
Waktu berjalan, dan satu momen tercipta. Kita menjalani
kehidupan baru. Kehidupan berumah tangga. Kita akan di tuntut untuk membina
rumah tangga. Kita akan belajar bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin
dalam keluarga. Di samping itu kita harus memenuhi kewajiban mencari nafkah.
Memberi kasih sayang pada istri dan anak-anak kita. Membina, menjaga dan selalu
menyayangi mereka. Mencoba untuk belajar menjadi tauladan yang baik bagi
mereka. Membesarkan dan mendidik buah hati. Seperti apa yang dulu kita di
besarkan dan di didik. Tentunya dengan kesabaran dan keikhlasan sepenuh hati.
Mungkin kita sudah menua. Kulit kita berkeriput. Uban sudah
banyak tumbuh menghiasi kepala. Mungkin pula kita sudah tak sekuat dahulu saat
kita masih muda. Dulu mungkin kaki kita sanggup berjalan jauh pergi ke mana pun
kita mau. Namun sekarang, untuk melangkah ke halaman luar rumah saja tidak
bisa. Dulu mungkin telinga kita bisa mendengar lagu-lagu favorit kita. Namun
sekarang untuk mendengar kokokan ayam dan kicauan burung di pagi hari saja
tidak bisa. Dulu mungkin mata kita masih bisa melihat betapa indahnya dunia
ini. Namun sekarang untuk melihat sudah mulai tidak sejelas dahulu. Dulu
mungkin pikiran kita masih bisa mengingat kenangan-kenangan dalam hidup namun
sekarang untuk mengenali wajah anak cucu sangat susah.
Satu momen tercipta
berarti satu juga kenangan tercipta. Setelah kita cukup jauh untuk melangkah,
akan tersadarkan bahwa berapa jalan yang kita langkahi. Berapa tempat yang kita
telah jumpai. Berapa kilometer jarak yang kita lewati. Seberapa terjal jalanan
yang kita hadapi. Pun seberapa besar tekad kita untuk terus bejalan pada saat
itu. Kita akan sadar bahwa dalam momen-momen yang terlewatkan, terciptalah
sebuah kenangan. Berapa banyak momen-momen dalam hidup kita yang sudah menjadi
kenangan. Setiap detiknya momen itu tercipta.
Tapi apakah kita akan menyadari semua itu? Apakah kita akan sekali-kali
mengingat kapan kita pertama kali berjalan, kapan pertama kali kita bisa
berbicara, kapan pertama kali bisa membaca. Cukup sulit memang. Itu semua karna
waktu terus berjalan. Dan dengan berjalannya waktu akan terus menciptakan
momen. Mungkin kita hanya bisa menatap kenangan-kenangan momen itu dari melihat
lembaran-lembaran foto. Ya, mungkin itu adalah cara yang mudah untuk kembali
melihat peristiwa kita dahulu. Tapi yang pasti adalah, kita akan tahu nilai
dari sebuah momen, ketika momen itu sudah menjadi kenangan.
by: M
IQBAL IMANULLAH
bagus sipsip...
BalasHapusmakasih anti
Hapus