Langsung ke konten utama

"Menjadi Asing di Akhir Zaman"



Tulisan ini terinspirasi dari sabda Rasulullah SAW :


"Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu." (HR. Muslim)


Perubahan begitu gilanya menjangkiti setiap lini kehidupan. Terutama pada aspek teknologi. Tidak heran jika memang teknologi merupakan aspek yang begitu cepatnya berkembang. Karena sejatinya manusia memiliki kecenderungan untuk tidak mau bersusah payah dalam mencukupi keinginannya. Dari zaman dahulu saja, nenek moyang manusia sudah berpikir bagaimana caranya agar dapat memperoleh makanan dengan mudah, berkomunikasi dengan baik, bepergian dengan waktu yang cepat, bahkan membunuh sesamanya (dalam hal ini perang) dengan menciptakan senjata yang ampuh lagi efektif untuk bisa menang dari lawannya. 


Fenomena perubahan itu dengan cepatnya silih berganti dari waktu ke waktu. Dan seperti yang dikatakan oleh orang-orang bijak, hidup itu seperti sebuah koin yang selalu memiliki dua sisi. Tentu, perkembangan zaman juga memiliki dampak positif dan negatif. Di generasi terdahulu, manusia memiliki rata-rata angka harapan hidup yang tinggi. bahkan ada yang lebih dari seratus tahun hidupnya. Sangat berbanding jauh dengan angka harapan hidup sekarang ini.


Bagaimana tidak? manusia dengan segala rasa ketidakpuasan akan keinginannya, begitu mudah dan cepat untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Contoh sederhananya adalah makanan. Fast food bisa kita lihat, menang telak atas makanan bergizi. Tentu sekali lagi karena fast food jauh lebih menggoda lidah akan rasanya. Peduli setan dengan kandungan gizi atau dan bagaimana cara mengolahnya. Yang penting pas di lidah. Maka setiap lapar, orang zaman sekarang akan bertanya "Enaknya makan apa?" bukan "Baiknya makan apa?". Tak heran jika sekarang banyak orang yang masih muda sudah terkena stroke, serangan jantung, diabetes dan penyakit mahal juga mematikan lainnya. 


Kita juga bisa dengan cepat membelinya dengan mengendarai sepeda motor yang padahal jaraknya hanya terbilang puluhan meter dari tempat kita. Karena tren mager sudah melekat untuk dijadikan alasan bermalasan. Padahal semakin kita malas gerak, semakin pula tubuh kita akan terganggu metabolismenya. Dan tidak heran jika trotoar atau tempat pejalan kaki sekarang ini semakin sempit bahkan dikuasai oleh pengendara kendaraan bermotor. 


Tapi itu semua belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dampak negatif yang berefek kepada mental dan perilaku manusia. Begitu banyaknya informasi yang di dapat, membuat pikiran kita sulit untuk dapat beristirahat. Pikiran kita terlalu banyak menyerap informasi yang cepat dalam hitungan detik bahkan semudah usapan jari di layar genggamannya masing-masing. 

Akibatnya, manusia tidak bisa menikmati arti hidup yang seutuhnya. Karena semuanya serba instan. Yang menjadikan manusia bersifat hedonis dan konsumtif. 


Sekarang ini, nampak jelas bahwa orang sudah "biasa saja" dengan perilaku-perilaku menyimpang dan tabu. Kemungkaran menjadi lifestyle yang kalau kita belum pernah mencobanya, kita akan dicap kurang pergaulan, cupu, dan lain sebagainya.


Banyak orang yang sudah tidak lagi mengenal batas dan rasa cukup. Batasan dalam pergaulan sekarang sudah terang-terangan dilampaui dengan alibi yang beristilah self healing. Ya, mengobati diri sendiri. Bukannya mengobati dengan pendekatan positif, malah sebaliknya, bersifat destruktif. 


Orang akhir zaman menjadikan alkohol atau minuman keras sebagai obat ampuh untuk melupakan masalah. Padahal, melupakan masalah tidak sama sekali dapat menyelesaikannya. Malah lebih buruk dari itu, akan muncul masalah-masalah baru seperti ketergantungan, hilang akal (tidak bisa berpikir jernih), hingga mengarah ke perkara kriminil. Mereka merasa bangga jika sudah bisa masuk ke club-club malam, dan menceritakan pengalamannya itu keesokan harinya, atau mengupload ke sosial medianya. Seolah itu adalah sebuah achievement yang patut diacungi jempol. 


Dulu, pacaran adalah sebuah tradisi sakral di mana perempuan yang sudah siap menikah, akan dipingit oleh orangtuanya di rumah. Dan kukunya akan dioleskan cairan berwarna dari kembang pacar. Berbeda dengan orang-orang akhir zaman yang menjadikan pacaran sebagai ajang untuk memamerkan kemesraan di sosial media yang dalam hal ini, sangat melampaui batas. Ada yang biasa bergandengan tangan, berciuman, bahkan lebih buruk lagi menginap di hotel yang lagi-lagi self healing beristilah staycation bersama pacar. Pasangan akhir zaman, menjadikan sex sebagai komitmen diantara keduanya. Seolah sex di luar pernikahan adalah bentuk tindakan yang bisa mengukur sejauh mana rasa cinta seseorang. Terlebih ada istilah friend with benefits yang sekarang konotasinya mengarah ke hal negatif. Orang bisa bercinta di satu malam saja yang umum disebut one night stand tanpa melibatkan perasaan. Open BO atau mencari pasangan FWB di date application. Dan masih banyak lagi kegilaan perkembangan sosial yang ada di akhir zaman ini. 


Orang akhir zaman juga sudah tidak ada kapok-kapoknya dengan judi. muncul istilah-istilah baru dengan dalih investasi. Padahal di dalamnya banyak sekali unsur praduga / gambling. Kini marak sekali orang mengumpulkan uang dengan bersusah payah, dan menjajakannya di judi slot. Seakan sudah menjamur keberadaannya dan menjadi media yang asyik untuk berkumpul sambil mengajarkan tutorial agar bisa menang judi. Hingga akhirnya, tidak sedikit orang yang mendapat kebinasaan materil dari judi slot itu sendiri. 


Masih banyak sekali contoh perkembangan sosial negatif di akhir zaman ini. Contoh-contoh di atas adalah hal umum yang terjadi dan sepertinya merupakan hal yang sangat memuaskan seorang individu. Lalu, apa yang sepatutnya kita lakukan? mengikuti perkembangan yang ada, jelas sangatlah tidak dibenarkan. 


Ketika saya mendapatkan mata kuliah di semester awal, dosen saya mengatakan bahwa di era teknologi dan informasi yang berkembang begitu cepatnya, diperlukan adanya wisdom generation. Yaitu generasi bijak yang tahu kapan harus berhenti dan paham akan rasa cukup. Karena sejatinya hidup ini hanya tentang kapan kita harus ngegas dan nge-rem. Dan menurut opini saya, cara untuk tidak terbuai dengan kesenangan akhir zaman yang bersifat destruktif adalah dengan cara menjadi asing. 


Menjadi asing bukanlah kita menutup diri dan tidak membuka ruang sedikitpun kepada perkembangan zaman. Kita tetap hidup meraih kesuksesan duniawi dengan sebaik-baiknya, tanpa terjerumus ke dalam perkembangan sosial negatifnya. 


Menjadi asing di akhir zaman artinya kita menepi dari kebisingan dan ingar bingar dunia yang sudah tua ini. Kembali bertanya kepada lubuk hati yang paling dalam. Apa sebenarnya arti hidup? Kemanakah kita akan pulang? dan pertanyaan-pertanyaan filosofis lainnya. Agar hati kita bisa kembali peka terhadap momentum kapan sebaliknya harus berhenti. 


Menjadi asing bukan berarti kita kalah dengan status sosial yang menjadikan kemungkaran sebagai bentuk pencapaian yang sangat bangga untuk dipamerkan. Melainkan kita menang karena kita bisa berdaulat atas diri dan nafsu kita sendiri. Kita bisa melawan arus yang membawa kita kepada kubangan kotor dan menjijikan. Karena toh pada akhirnya kepastian yang paling pasti adalah mati. Jadi mengapa terlalu serius mengejar sesuatu yang tidak dibawa mati?


Memang tidak mudah untuk menjadi asing di akhir zaman ini. Karena manusia diciptakan dengan nafsu. Tapi di samping itu, Tuhan telah menganugerahkan manusia akal pikiran dan hati nurani agar kita bisa memilah dan memilih. Semoga dimudahkan untuk bisa menjadi asing dari kemungkaran akhir zaman.

Sebagai kalimat penutup, saya akan bagikan salah satu kutipan favorit saya :


"Jadilah seperti air laut. Meskipun sungai mengalirinya dengan air tawar, ia tetap asin dan tak pernah memaksa ikan di dalamnya menjadi asin."


Sekian, semoga bermanfaat! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG WAKTU, MOMEN DAN KENANGAN (WAKTU MENCIPTAKAN MOMEN DAN MENGUBAHNYA MENJADI KENANGAN)

Ada ungkapan bahwa waktu itu terus berjalan. Sadar ataupun tidak kita hidup dalam waktu yang   terus berjalan. Tak peduli apa yang kita rasakan. Bahagia, sedih, susah maupun senang waktu tetap saja teguh pendirian. Berjalan. Terhubung dengan segala hal yang ada dalam kehidupan. Ruang dan jarak pun terus menemaninya. Dengan banyaknya orang yang kita kenal, membuat gambaran peristiwa dalam memori. Dengan segala momentum yang ada pada setiap detiknya, menggambarkan segala kenangan. Satu momen tercipta dalam hidup kita. Seperti bertemu dengan hal-hal yang baru. Pada saat kita dilahirkan ke alam dunia, kita merasakan alam yang berbeda dari yang sebelumnya. Walaupun kita tidak tahu menahu seperti apa saat kita dalam kandungan. Kita bernafas walau tidak ada yang mengajari cara bernafas.   Kita mendengar walau tidak ada yang mengajari cara mendengar. Kita meraba walau tak ada yang mengajari cara meraba. Kita mencium aroma dunia. Kita melihat sosok malaikat yang cantik nan jelita.

Lagu Bukan Sekedar Lagu (Bedah Lagu Letto - Sebelum Cahaya)

 "L agu romantis yang sangat Tasawuf"   Bagi kawula muda pasti sudah tidak asing dengan lagu satu ini. Lagu yang rilis di tanah air pada tahun 2007 ini, memiliki lirik yang sangat puitis. Yang biasanya sering didengarkan oleh orang yang sedang jatuh cinta karena kesan romantis yang kental. Tapi tahukah kita, ternyata lagu ini sangat jauh dari kesan di atas. Lagu ini ditulis bukan untuk percintaan sepasang manusia. Melainkan cinta maha besar Tuhan kepada para pecinta-Nya. Tidak percaya? Mari kita bedah lirik dari lagu ini tipis-tipis. Pertama, kita lihat dari judulnya “Sebelum Cahaya”   yang memiliki arti sepertiga malam dan waktu subuh sebelum fajar menyongsong cakrawala. Waktu ini, jika dinukil dari riyawat hadits, adalah waktu di mana Allah dan para malaikat-Nya turun ke bumi. Lalu pada permulaan lagu   “Ku teringat hati yang bertabur mimpi, kemana kau pergi, cinta?” memliki makna bahwasanya Allah menyapa para pecintaNya dengan sebutan “cinta” yang sedang terlela