“KE-AKUAN DALAM AKU”
Kita sebagai manusia adalah makhluk hidup
yang lebih sempurna jika di bandingkan hewan dan tumbuhan. Karena itulah
manusia yang mampu membangun peradaban di muka bumi. Bukannya hewan yang hanya
bergerak karena nafsu. Atau malah tumbuhan yang hanya diam. Tentu saja untuk
membangun peradabaan itu memerlukan akal yang hanya dimiliki manusia.
Kita bisa melihat perkembangan peradaban
manusia. Sejak dahulu kala. Ketika belum diciptakannya uang, orang-orang mengenal istilah “barter”
dalam bertransaksi Untuk mencukupi kebutuhan hidup. Seperti menukar segenggam
gandum untuk satu buah apel. Atau perkembangan teknologi seperti alat
komunikasi. Jika misalnya orang-orang dahulu memanggil dengan asap atau
kentungan, sekarang seperti dunia dalam genggaman kita. Saat kita membutuhkan
informasi mengenai sesuatu, hanya perlu mengklik, maka kita dapatkanlah
informasi itu. Itulah beberapa contoh dari pesatnya perkembangan peradaban
manusia.
Paparan diatas itu bagus. Tapi hanya dalam
porsi yang sewajarnya. Namun, dewasa ini kita sering kali kita di hadapakan
dengan masalah yang menyangkut kemanusiaan. Yang bertolak belakang dari
nilai-nilai positif tentang peradaban. Zaman berganti zaman. Begitu pula dengan
kebudayaan dan pemikiran manusia di dalamnya. Yang dulu kita ketahui banyak
budaya leluhur kita sebagai pegangan beretika dalam hidup. Juga kearifan budaya
lokal yang kian lama sudah hilang tergerus dengan roda perputaran zaman.
Tingkah laku manusia yang sudah tidak
wajar lagi, dianggap lumrah oleh sebagian orang yang apatis. Hidup dengan penuh
kemewahan. Saling menunjukan kewibawaan.
memamerkan harta benda, dan aneka macam mewahnya gaya hidup. Bersikap sok alim,
suci, dan paling pintar. Padahal itu semua hanyalah sandiwara belaka. Agar
terlihat sebagai manusia yang unggul dan berintegritas. Yang realitasnya hati
mereka dipenuhi kesombongan. Kita bisa lihat sekarang ini, banyak sekali
orang-orang berlomba membangun rumah mewah. Gedung-gedung pencakar langit. Menara-menara
yang tinggi. Mengeksploitasi seluruh sumber daya alam, tanpa memikirkan
pembaharuan sebagai gantinya. Merusak alam semesta yang di anugerahkan oleh
Tuhan. Seolah-olah mereka yang berkuasa atas tindakannya itu.
Wanita-wanita yang dulu hidup dengan
kesederhanaan dalam berpakaian. Merasa malu jika auratnya terlihat. Kini mengaggap
hal itu sebagai gaya hidup yang kuno. Karena sekarang mereka gunakan aurat
sebagai identitas cantiknya wanita. Atau sebagai ajang perlombaan menarik nafsu
kaum adam. Yang jika mereka di nodai, mereka akan menyalahkan keadaan. Bilang jika
Tuhan tidaklah adil, dan kehidupan ini
jahat. Padahal mereka tidak sadar dan berkaca diri atas apa yang mereka
perbuat. Tutur kata yang santun saat berbicara, kini menjadi kasar dan tidak
pantas yang mereka tunjukan di media sosial sebagai ekspresi emosinya.
Tumpah darah dimana-mana. Negara saling
menunjukan ke adidayaannya. Saling pamer kekuatan. Semua intrik dan hasutan
menjadi penyebab lahirnya peperangan. Adu domba dari pihak asing membuat perang
saudara. Ribuan bahkan jutaan manusia tak berdosa mati. Yang di dalamnya ada
anak-anak dan wanita yang tak bersalah Menjadi koban.
Saat hingar-bingar cara hidup manusia yang
penuh kerusakan. Saling caci maki atas banyaknya perbedaan. Padahal perbedaan
itu ialah penghias kehidupan. Tapi mereka menolaknya dengan keanarkisan. Merasa
dirinya paling tahu. Merasa dirinya paling membutuhkan hak-hak tanpa peduli hak
minoritas di bawahnya.
Siang dan malam manusia-manusia apatis
bekerja. Mencari uang untuk persaingan kehidupan. Merasa rezeki yang mereka
dapat itu hasil keringatnya. Tidak ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Yang dulu
jika ada pelanggaran hukum, bertindak dengan adil dan bijaksana. Namun kini,
uanglah yang menjadi tolak ukur benarnya sesorang. Tanpa takut jika sedang
diawasi oleh sang Maha melihat.
Kita lihat gedung-gedung pencakar langit,
saling bersaing siapa yang paling tertinggi. Dengan deretan proyek yang
menggiurkan. Mereka tertawa terbahak-bahak saat memperoleh apa yang mereka
inginkan. Tak peduli ada yang tersakiti. Tak peduli ada yang diambil haknya,
masa bodoh dengan itu semua. Yang ada di otak mereka hanyalah “aku”. Keakuan dalam
aku yang membuat jiwanya terserat kedalam kemungkaran.
Dari semua itu, Apakah sesekali mereka
tidak berpikir, darimana asalnya mereka? Dan kemana mereka selanjutnya? Ataukah
mereka tidak bertanya dalam benaknya. Apakah aku yang bergerak, atau aku yang
digerakan? Apakah aku yang hidup, atau aku yang dihidupkan? Apakah aku yang
menghasilkan rezeki, atau aku yang diberi rezeki?
Akan ada suatu saat nanti, saat mereka
pulang dari pekerjaannya, mereka melihat keluarga kecilnya sedang tertidur
lelap, mereka akan berkata “aku lelah. Dunia ini milik-NYA, dan semua ini hanyalah titipan. Aku hanyalah
seorang hamba yang diperintahkan menyembah diri-NYA. Yang Maha memberi, Maha
menghidupkan, Maha mematikan, Maha kaya, dan Maha segala-galanya.
“semoga
mata hati kita terbuka untuk selalu melihat kasih dan kuasa-NYA yang selalu
tercurah kepada seluruh semesta”
-M iqbal Imanullah-
Komentar
Posting Komentar